Wednesday 9 January 2013

Pro - Kontra RSBI Bubar




Hari ini penuh warna Pro- kontra tentang  pembubaran RSBI oleh Mahkamah Konstitusi. Apa yang melatarbelakangi Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Pasal yang mengatur Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di bawah sekolah-sekolah pemerintah itu dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Mengadili, menyatakan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Mahfud MD saat membacakan putusan alam sidang di Gedung MK, Jakarta, Selasa (8/1/2012).
MK mempunyai sejumlah pertimbangan dalam pembatalan RSBI/SBI tersebut.
Dalam pertimbangannya, MK berpendapat sekolah bertaraf internasional di sekolah pemerintah itu bertentangan dengan UUD 1945, RSBI menimbulkan dualisme pendidikan, kemahalan biaya menimbulkan adanya diskriminasi pendidikan, pembedaan antara RSBI/SBI dengan non RSBI/SBI menimbulkan adanya kastanisasi pendidikan.
Pertimbangan selanjutnya, yakni penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam tiap mata pelajaran dalam sekolah RSBI/SBI dinilai dapat mengikis jati diri bangsa, melunturkan kebanggaan generasi muda terhadap penggunaan dan pelestarian bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa.
"Pendidikan nasoional tidak bisa lepas dari akar budaya dan jati diri bangsa. Penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar pada RSBI/SBI akan menjauhkan pendidikan nasional dari akar budaya dan jiwa bangsa Indonesia," ujar hakim anggota MK.

Pro-kontra pun terus berlanjut, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) mendukung keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pembubaran RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional). Menurut Sekretaris Fraksi PAN, Teguh Juwarno mengatakan implementasi RSBI sangat buruk.
"Saya rasa dengan keputusan MK ini bisa menjadi tamparan yang keras bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," kata Teguh di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (8/1/2013).
Teguh mengatakan RSBI semula diharapkan mampu menjadi tolok ukur keberhasilan pembangunan pendidikan. Ia mencontohkan bila terdapat satu RSBI di sebuah kecamatan maka menjadi acuan sekolah lain.
"Sekolah-sekolah lain itu juga berkembang kemudian menjadi taraf internasional," imbuhnya.
Namun, kata Teguh, yang terjadi saat ini implementasi RSBI keluar dari konsep awal. Ia mengatakan hanya orang kalangan atas yang dapat masuk RSBI. Selain itu kualitas pengajar ternyata tidak bertaraf internasional.
"Jadi dengan kata lain konsep yang bagus ini implementasinya buruk. Kita mendukung keputusan MK tersebut, dengan melihat realitas itu," ujarnya.
Ia pun mengusulkan agar pemerintah meningkatkan standar kualitas pendidikan di seluruh Indonesia terutama daerah pelosok.
"Karena yang kita temukan hari ini anak-anak orang miskin yang pintar, mereka justru semakin terpuruk karena mereka tidak bisa mendapatkan pelayanan pendidikan yang terbaik," imbuhnya.

Hal senada juga disampaikan Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menyatakan pihaknya sangat bersyukur atas putusan Mahkamah Konstitusi tentang penghapusan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI).
"Kami berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menghormati hukum dan putusan MK itu," kata Retno saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
FSGI, ujarnya, juga memberikan apresiasi kepada MK yang telah membuat keputusan yang berpihak kepada rakyat dan keadilan.
Ia berharap, dengan adanya putusan MK, tidak ada kebijakan baru yang dikeluarkan untuk menciptakan RSBI dalam bentuk yang lain.
"Jangan membangkitkan kembali roh RSBI dengan nama lain," ujarnya.


Dalam prakteknya memang RSBI rawan penyimpangan, paling tidak, seperti diungkapka Kepala Sekolah SMA Bopkri 1, Kota Yogyakarta, Andar Rujito, mengungkapkan kekecewaannya pada praktek pengelolaan sekolah rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI). Akibat sistem itu, sekolah terjebak oleh persoalan finansial dan urusan perbaikan fisik sekolah.
Kecenderungan itu dinilai kian parah dalam beberapa tahun terakhir. Banyak sekolah RSBI gemar menarik pungutan serta tak transparan dalam pengelolaan anggaran. “Apalagi ada syarat sekolah harus memakai bahasa Inggris dan gurunya bergelar S2. Ini sudah keluar dari substansi awal RSBI,” kata dia.
Menurut Andar, gagasan awal RSBI adalah menciptakan sekolah unggulan yang bisa membantu siswa bersaing di dunia internasional. Gagasan ini kian melenceng setelah banyak RSBI memberlakukan standar kualitas pendidikan berbiaya tinggi. “Banyak RSBI malah jadi lahan bisnis, makin lama memang tambah tak beres,” kata dia.
Mahkamah Konstitusi kemarin membubarkan sekolah bertaraf internasional dan rintisan sekolah bertaraf internasional. Hal ini sebagai dampak dari dikabulkannya uji materi terhadap Pasal 50 Ayat 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur pembentukan sekolah bertaraf internasional.
Pelaksana Tugas Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DIY dan Jawa Tengah, Budhi Masturi, mengakui banyaknya sekolah RSBI di DIY yang berlindung di balik label internasionalnya itu untuk menarik biaya dari wali murid.
 
Guru Akui RSBI Memang Tak Beres  
Sementara itu Walikota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan menolak putusan MK tentang pembubaran RSBI ini.Usai rapat paripurna di DPRD kota Surabaya, Wali kota Surabaya Tri Rismaharini mengungkapkan keheranannya terkait putusan MK yang mengharuskan RSBI dibubarkan. Ia pun bersikeras bahwa keputusan MK tersebut tidak akan berpengaruh dengan pelaksanaan RSBI yang telah berjalan di Surabaya.
"Di Surabaya RSBI tetap berjalan dan kita tidak terpengaruh keputusan MK," kata Risma kepada wartawan di gedung DPRD kota Surabaya, Rabu (9/1).
Risma menilai apa yang dicermati MK terkait kasus penyelewengan RSBI di beberapa wilayah di Indonesia tersebut, tidak bisa menjadi gambaran bagi buruknya sistem RSBI. Terlebih Risma meyakini bahwa pelaksanaan RSBI di Surabaya tidak terjadi penyimpangan dan tidak ada pemungutan biaya liar (Pungli).
Disamping Wali Kota Surabaya,  Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari menilai sistem pendidikan RSBI masih tetap diperlukan. Terlebih bagi sejumlah siswa yang cerdas. Karena itu, ia meminta, penghapusan yang merupakan dampak dari keputusan MK tersebut dilakukan hanya terkait aspek diskriminatif sistem RSBI.
"Sistem RSBI tetap diperlukan, hanya aspek diskriminatifnya saja yang dihapuskan misalnya soal bea studi yang dibebankan kepada siswa sehingga hanya siswa dari keluarga tertentu dengan kemampuan finansial tertentu saja yang bisa diterima," ujar Hajriyanto saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (9/1).

Sudah saatnya bangsa ini untuk bertindak dewasa, pro-kontra jangan dijadikan dalih demokrasi. Mari belajar dewasa dengan demikian kita bisa memberi contoh bagi generasi muda, yang bukan hanya sebagai insan cendikia namun bermartabat dan berkarakter.

Dari berbagai Sumber

No comments:

Post a Comment